Sopan santun sering dianggap sebagai salah satu nilai penting yang diajarkan sejak kecil, terutama di lingkungan tradisional seperti pesantren. Mulai dari membungkuk di depan orang tua, tidak boleh duduk lebih tinggi dari guru, hingga bersikap patuh pada orang yang lebih tua, semua ini bertujuan untuk menanamkan rasa hormat. Namun, apa jadinya jika aturan ini malah membentuk feodalisme yang kaku? Yuk, kita bahas lebih dalam!
Sopan Santun dan Batasannya
Dari kecil, kita sudah diajarkan untuk selalu bersikap sopan, terutama ketika berada di hadapan orang tua atau guru. Misalnya, kita diminta membungkuk, tidak boleh duduk lebih tinggi, dan sebagainya. Tujuannya jelas, untuk menunjukkan rasa hormat. Tapi kadang, di lingkungan tradisional seperti pesantren, aturan ini bisa jadi lebih ketat. Apakah ini benar-benar soal sopan santun atau sudah masuk ke ranah feodalisme?
Feodalisme Berkedok Sopan Santun
Di beberapa tempat, terutama yang masih menganut sistem hierarki, sopan santun bisa berubah jadi semacam kepatuhan total. Contohnya di pesantren, santri sering kali harus tunduk pada guru atau Kiai tanpa boleh bertanya. Nah, inilah yang kadang bisa menghambat daya kritis mereka. Feodalisme sendiri merupakan sistem sosial di mana mereka yang di bawah harus selalu patuh pada yang di atas, mirip dengan sistem pada zaman penjajahan dulu.
Pengkultusan Individu
Ini yang lebih parah: pengkultusan individu. Di beberapa pesantren, Kiai atau Ustaz bisa diperlakukan bak raja. Apa pun yang mereka katakan dianggap benar, dan nggak boleh dibantah. Kalau sudah begini, tindakan yang salah pun kadang dianggap benar karena si pengikut sudah menganggap sang pemimpin itu nggak pernah salah.
Penyalahgunaan Kekuasaan
Situasi ini juga membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan. Kasus kekerasan atau pelecehan di pesantren sering kali sulit terungkap karena korban merasa nggak berdaya untuk melawan. Mereka takut dianggap tidak hormat atau melawan otoritas yang lebih tinggi.
Otoritas Tradisional dalam Perspektif Max Weber
Menurut teori Max Weber, otoritas tradisional itu didasarkan pada tradisi dan kebiasaan, bukan kompetensi atau moralitas. Jadi, Kiai atau pemimpin dihormati bukan karena mereka lebih ahli, tapi lebih karena posisi mereka dalam hierarki. Nah, ini yang sering kali bikin daya kritis santri tertekan.
Permasalahan
Permasalahan muncul ketika sistem sopan santun ini berbelok menjadi alat penindasan, terutama di lingkungan yang menekankan hierarki. Dalam hal ini, daya kritis dan kebebasan berpikir jadi terhambat karena adanya rasa takut dianggap tidak sopan jika mempertanyakan sesuatu. Kondisi ini juga rentan disalahgunakan oleh mereka yang memiliki kekuasaan, apalagi jika orang-orang di bawah mereka nggak berani bersuara.
Solusi
Penting bagi masyarakat, terutama anak muda, untuk bisa membedakan antara sopan santun yang tulus dan sistem penindasan yang berkedok penghormatan. Kita harus tetap berani mempertanyakan otoritas ketika ada yang nggak beres, tanpa takut dianggap tidak sopan. Berpikir kritis itu perlu, selama kita tetap menjaga etika dan sopan santun yang sebenarnya.
Pengajaran sopan santun memang penting, tapi kita harus waspada jika hal ini sudah mulai menyimpang dan berubah menjadi alat penindasan. Kita bisa tetap menghormati orang lain tanpa harus kehilangan harga diri dan daya kritis. Sopan santun bukan berarti kita nggak boleh berpikir kritis atau membiarkan ketidakadilan terjadi.
Kesimpulan
Jadi, meskipun sopan santun penting dalam kehidupan sehari-hari, kita juga harus hati-hati agar tidak terjebak dalam sistem feodalisme yang menghilangkan kebebasan berpikir. Mari tetap hormat, tapi jangan takut untuk kritis!
Disclaimer
Artikel ini ditulis untuk tujuan edukasi dan diskusi. Setiap informasi dan opini yang disampaikan dalam artikel ini adalah pandangan penulis. Pembaca diharapkan untuk melakukan kajian lebih lanjut dan berpikir kritis terhadap topik yang dibahas.
Sumber:
- Weber, Max. (1947). The Theory of Social and Economic Organization.
- Ahmad, M. (2020). Feodalisme di Indonesia: Sebuah Kajian Sosiologi.
- Nizar, M. (2022). Sopan Santun dalam Tradisi Pesantren: Pengaruh dan Implikasinya.
- Welly Putra Gautama. FEODALISME Berkedok Sopan Santun! Sudah Saatnya Kita Berpikir Kritis!


:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/1702611/original/055171800_1504763102-Louis_XIV_of_France_and_his_family_attributed_to_Nicolas_de_Largilli__re__WC.jpg)

