Saat ini, sosial media sudah menjadi bagian besar dari kehidupan sehari-hari. Banyak dari kita menggunakan platform seperti Instagram, TikTok, Twitter, dan lainnya untuk berinteraksi, mencari hiburan, atau sekedar update informasi. Namun, ada sisi gelap yang jarang kita sadari, yaitu munculnya “standar” sosial media yang tidak tertulis, yang justru bisa berbahaya bagi kesehatan mental kita.
Tekanan untuk Mengikuti Trend
Sosial media penuh dengan trend—baik itu tantangan viral, gaya berpakaian, atau cara hidup. Yang lebih menyeramkan, tak peduli positif atau negatif, banyak orang rela melakukan apa saja demi mengikuti trend tersebut. Ada yang sampai mengumbar aib pribadi atau bahkan membuat konten yang merugikan diri sendiri hanya demi “likes” atau pengakuan dari followers. Ketika tidak mengikuti trend ini, muncul perasaan “ketinggalan zaman” atau “kurang keren.”
Standar Hidup yang Tidak Realistis
Di sosial media, kita sering melihat kehidupan orang lain yang tampak sempurna. Mulai dari foto liburan mewah, tubuh ideal, hingga pencapaian karier yang gemilang. Namun, banyak yang lupa bahwa apa yang kita lihat di sosial media bukanlah realitas sepenuhnya—hanya potongan kecil dari momen terbaik seseorang. Mengukur hidup kita berdasarkan standar ini bisa menimbulkan stress dan perasaan tidak puas. Kita jadi merasa tidak cukup baik, meskipun kenyataannya setiap orang punya perjalanan hidup yang berbeda.
Dampak pada Kesehatan Mental
Terus-menerus terpapar oleh konten sosial media yang seolah-olah memaksakan standar tertentu dapat mempengaruhi kesehatan mental. FOMO (Fear of Missing Out) atau takut ketinggalan sesuatu, rendah diri, hingga kecemasan bisa timbul karena terlalu fokus pada kehidupan orang lain. Banyak anak muda yang akhirnya merasa tertekan karena merasa tidak sesuai dengan apa yang dianggap “ideal” di sosial media.
Perbudakan Likes dan Followers
Berapa banyak dari kita yang merasa senang ketika mendapatkan banyak likes atau followers? Hal ini wajar, tetapi hati-hati karena jika terlalu terobsesi, kita bisa terjebak dalam siklus yang berbahaya. Kegembiraan sesaat dari pengakuan di dunia maya membuat kita terus mencari validasi eksternal, padahal kebahagiaan sejati seharusnya datang dari dalam diri kita sendiri, bukan dari layar smartphone.
Bagaimana Mengatasinya?
Jika kita merasa sosial media mulai memengaruhi hidup secara negatif, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasinya:
- Detoks Sosial Media
- Lakukan jeda sejenak dari sosial media, baik itu dalam beberapa hari atau bahkan beberapa minggu. Mengambil waktu jauh dari layar bisa membantu menyegarkan pikiran dan mengurangi tekanan untuk terus mengikuti tren.
- Atur Konten yang Diikuti
- Hanya ikuti akun-akun yang memberi dampak positif atau yang benar-benar menginspirasi. Hindari konten yang menimbulkan perasaan negatif atau membuat kita membandingkan hidup secara tidak sehat.
- Bangun Keseimbangan Antara Dunia Nyata dan Maya
- Jangan lupa bahwa hidup nyata jauh lebih berharga. Luangkan waktu lebih banyak untuk interaksi langsung dengan orang terdekat, melakukan hobi, atau mengejar tujuan pribadi yang bukan terkait sosial media.
- Kurangi Fokus pada Validasi Eksternal
- Mulailah untuk tidak terlalu memedulikan jumlah likes atau followers. Fokuslah pada kebahagiaan dan pertumbuhan diri, bukan pada pengakuan dari orang lain di sosial media.
- Buat Batasan Waktu
- Tetapkan batasan waktu penggunaan sosial media. Batasi penggunaan harian, misalnya hanya 1-2 jam per hari, agar waktu tidak terlalu tersita hanya untuk scrolling konten.
Kesimpulan
Sosial media memang menawarkan banyak keuntungan, tetapi standar-standar tak tertulis yang muncul di dalamnya dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan emosional kita. Tekanan untuk mengikuti trend, standar hidup yang tidak realistis, dan kecanduan pada likes serta followers adalah beberapa contoh bagaimana sosial media bisa memperbudak hidup kita jika tidak bijak menggunakannya. Untuk itu, kita perlu mengendalikan cara kita menggunakan sosial media dengan lebih sadar, fokus pada kebahagiaan yang datang dari dalam diri, dan menjaga keseimbangan antara dunia maya dan kehidupan nyata.
Kesehatan mental dan emosional kita lebih penting daripada apa yang kita tampilkan di sosial media. Jadi, jangan biarkan standar sosial media mengendalikan hidup kita—kitalah yang harus mengendalikan cara kita menggunakannya.
Sumber
- Marie, M. (2021). The Impact of Social Media on Mental Health. Journal of Psychological Studies, Vol. 45(2), pp. 122-130.
- Jackson, S. (2020). How Social Media Trends Create Unrealistic Standards. Digital Wellness Blog.
